Bagaimana Lubang Hitam Bisa Menarik Cahaya?
Gambar Lubang Hitam yang berhasil diabadikan oleh Event Horizon Telescope Collaboration |
Awal mula terbentuknya alam semesta dimulai dari sebuah ledakan besar yang disebut sebagai Big Bang. Alam semesta pada awalnya sangat kecil, panas, dan padat, dengan kerapatan dan energi tinggi. Materi belum terbentuk, hanya partikel-partikel dasar dalam keadaan sangat seragam. Kemudian terjadi proses pembentukan inti atom sederhana hidrogen dan helium. Kemudian elektron terikat pada inti atom, membentuk awan hidrogen sehingga gravitasinya menjadi lebih masif, selanjutnya dimulailah pembentukan bintang-bintang generasi pertama. Pada inti bintang, reaksi nuklir pembentukan helium dari hidrogen terus menerus terjadi. Pembentukan dan evolusi bintang ini terjadi selama miliaran tahun. Setelah miliaran tahun, bintang-bintang yang masif mengakhiri masa hidupnya. Dilanjutkan dengan miliaran tahun pembentukan bintang generasi selanjutnya, termasuk matahari.
Bagaimana kelanjutan nasib bintang yang mati?
Bintang terus
menerus mengalami reaksi nuklir sehingga akan kehabisan “bahan bakarnya” yakni
hidrogen. Saat kehabisan hidrogen, inti akan menyusut karena gravitasi dan
suhunya menjadi naik. Lapisan luarnya akan mengembang menjadi raksasa merah. Sisa
dari intinya akan menjadi katai putih, bintang neuron atau lubang
hitam (blackhole).
Untuk bintang
dengan massa kecil sampai sedang seperti matahari, akhir kehidupannya akan
menjadi katai putih. Bentuknya akan menjadi kecil, padat, dan suhunya panas. Katai
putih akan mendingin dan hilang dalam miliaran tahun selanjutnya. Untuk bintang
dengan massa di atas 8x kali massa matahari, ia akan berakhir menjadi bintang
neutron. Bintang neutron akan mengalami supernova atau ledakan besar kemudian
menjadi dingin dan gelap. Sedangkan untuk bintang dengan massa sangat besar
melebihi 20 kali massa matahari, di akhir hidupnya ia akan menjadi lubang hitam.
Setelah bintang mengalami supernova, jika intinya masih memiliki massa yang
berat melebihi 8 kali massa matahari, ia terlalu besar untuk menjadi bintang
neutron. Bintang akan runtuh menjadi lubang hitam dan memiliki gravitasi yang
sangat kuat sampai-sampai cahaya tidak bisa lepas dan tertarik ke dalamnya.
Mengapa disebut lubang hitam?
Pada abad ke-18,
John Michell dan Pierre-Simon Laplace mengusulkan teori lubang hitam
menggunakan teori fisika newton klasik. John Michell mengemukakan teori bahwa bintang
yang jauh lebih besar atau jauh lebih padat dari matahari memiliki gravitasi
permukaan yang sangat besar sehingga kecepatan lepasnya (dari gravitasi) bisa
menyamai bahkan melampaui kecepatan cahaya. Hal ini menyebabkan cahaya tidak
akan lolos sehingga menjadi gelap dan bintang tidak akan terlihat. Menurutnya,
alam semesta bisa saja mengandung objek tak terlihat karena gravitasinya sangat
kuat, membuat cahaya terperangkap. Menurut Laplace, ada kemungkinan benda
langit bisa terlalu masif sehingga cahaya tidak bisa lolos darinya. Oleh karena
itu, mungkin saja bahwa benda-benda bercahaya terbesar di alam semesta bisa,
karena penyebab ini, menjadi tidak terlihat. Mereka menyebutnya dengan istilah
bintang gelap (dark star).
Pada tahun 1915, Einstein menggunakan pendekatan teori relativitas umum yang mengemukakan bahwa benda sangat masif dapat melengkungkan ruang dan waktu secara ekstrem sehingga membentuk lubang hitam.
Pada tahun 1916, Karl Schwarzschild menemukan radius Schwarszchild yaitu batas (event horizon) tempat di mana kecepatan lepas sama dengan kecepatan cahaya. Para ilmuwan menyebutnya "collapsar" atau "bintang beku".
Pada tahun 1939, Oppenheimer dan muridnya Synder menujukkan bahwa jika sebuah bintang kehabisan bahan bakar nuklirnya, dan massanya cukup besar, maka ia bisa runtuh menjadi titik singularitas sehingga membentuk lubang hitam.
Pada tahun 1967, John Wheeler mengembangkan teori keruntuhan gravitasi dan mempopulerkan istilah “lubang hitam”.
Pada tahun 1970-an, Stephen Hawking menggunakan fisika
kuantum dan relativitas umum menunjukkan bahwa lubang hitam tidak benar-benar
hitam, bisa memancarkan radiasi kuantum ("Radiasi Hawking") dan
bisa menguap perlahan.
Bagaimana Lubang Hitam Bisa Menarik Cahaya?
Lubang hitam dapat
menarik cahaya bukan seperti vakum yang menyedot cahaya, tetapi karena adanya
gravitasi yang sangat besar sehingga membuat ruang-waktu di sekitarnya
melengkung. Segala macam objek termasuk cahaya bergerak mengikuti kelengkungan
tersebut. Lengkungan ini sangat curam. Di sekitarnya ada batas yang disebut
event horizon (batas di mana kecepatan lepas sama dengan kecepatan cahaya). Cahaya
yang melewati batas ini tidak dapat kembali keluar karena tidak cukup cepat
untuk kembali melewati kelengkungan ruang-waktu tersebut. Jalur cahaya yang
dekat dengan lubang hitam bisa dibengkokkan, bahkan bisa mengelilingi lubang
hitam dan tidak lagi bergerak lurus seperti umunya. Jika terlalu dekat, jalur
cahaya akan mengarah ke dalam lubang hitam sehingga tidak bisa keluar lagi.
Jadi,
lubang hitam bukan benar-benar lubang. Tetapi merupakan suatu bagian
ruang-waktu yang memiliki tarikan gravitasi yang sangat besar. Jika ada suatu objek
yang masuk ke lubang hitam kemudian ingin lepas keluar, maka objek tersebut
harus memiliki kecepatan cahaya atau lebih besar dari kecepatan cahaya. Karenanya,
cahaya itu sendiri pun tidak akan lolos dari lubang hitam dan tertarik ke
dalamnya.
Observasi Lubang Hitam
Lubang hitam menjadi topik penelitian yang sedang ramai diminati. Pada tahun 2019, astronom menggunakan Event Horizon Telescope (EHT) dan berhasil mengabadikan gambar lubang hitam untuk pertama kalinya. Lubang hitam tersebut tampak sebagai lingkaran gelap yang dilingkari oleh cakram materi panas yang bercahaya dan berputar. Lubang hitam ini berada di pusat galaksi bernama M87, yang berjarak sekitar 55 juta tahun cahaya dari Bumi, dan memiliki massa lebih dari 6 miliar kali massa Matahari.
Gambar Lubang Hitam yang berhasil diabadikan oleh Event Horizon Telescope Collaboration |
Untuk memudahkan memahami lubang hitam, Scotty Nova dari Pennsylvania State University menganalogikan lubang hitam sebagai berikut:
"Bintang memiliki massa yang sangat besar. Semua massa, besar maupun kecil, membentuk ruang-waktu (struktur kain alam semesta, termasuk ruang hampa). Kita seperti kacang polong yang berada di atas sekumpulan nasi.
Benda yang sangat besar dan padat seperti bintang membengkokkan ruang-waktu seperti bola bowling yang diletakkan di tengah kain yang direntangkan. Ketegangan pada kain di sekitar bola bowling itu akan mendorong benda-benda lain menggelinding ke arahnya karena lekukannya. Ruang yang melengkung di sekitar planet, bintang, dan lainnya juga bekerja dengan cara yang sama. Bahkan cahaya pun harus mengikuti lengkungan itu.
Bayangkan ada
sesuatu yang begitu padat, sehingga cahaya (bahkan seluruh spektrum radiasi
elektromagnetik) dibelokkan kembali atau menjauh begitu kuatnya sampai tidak
bisa keluar dari daerah sekitar bintang tersebut. Beberapa bintang yang sangat
besar dan padat, dengan gravitasi yang luar biasa kuat, akan runtuh ke dalam
dirinya sendiri karena tarikan gravitasi ketika bahan bakarnya habis. Anggap
saja bahan bakarnya (hidrogen) seperti udara yang membuat balon tetap mengembang.
Bintang terbuat dari gas. Inti mereka sangat panas. Hal itu menciptakan tekanan ke
luar yang menjaga bintang tetap "mengembang". Saat bahan bakar habis,
bintang (balon) pun runtuh. Gravitasi akhirnya menang dalam tarik-menarik yang selama ini seimbang antara gaya tarik ke dalam dan tekanan ke luar
(disebut keseimbangan hidrostatik).
Biasanya,
sebagian besar bagian luar bintang terlempar keluar sebagai nova atau supernova
sebelum runtuh. Nah, runtuhan itu bisa menciptakan lubang hitam – yang
sebenarnya bukan lubang. Melainkan sisa bintang yang sangat padat dan panas."
0 Response to "Bagaimana Lubang Hitam Bisa Menarik Cahaya?"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan sopan